Wednesday, November 28, 2007

Sekali saja

Hai, sedang apa malam ini? Masih berkutat dengan pekerjaan tanpa jeda? Jangan lupa makan ya, jaga kesehatanmu!
Aku mengirimkan sms itu tanpa harapan untuk dibalas, karena hanya sekali seminggu waktu yang berhak aku nikmati bersamamu. Meski sebetulnya tak persis satu hari. Tak bisakah aku memintamu menyisihkan hari lain untukku? Hal yang mushil kau penuhi!
Sms itu hanya untuk mengingatkanmu bahwa aku selalu menunggu. Sedikit berharap bahwa kau bisa adil pada cinta kita. Cinta yang masih samar untuk dikatakan sebagai cinta.
Harusnya aku menuntut ikrar untuk memastikan arah hubungan kita. Tapi aku tak punya keberanian untuk bertanya. Aku yakin, setiap hubungan akan mengarah ke muara...yaitu bersama dalam bahagia.
Mana bisa aku mengucapkan kata itu, sedang kau ada diantara dua hati. Dia hadir jauh sebelum aku, sekalipun aku memperoleh cintamu, aku tetap nomor dua yang harus siap kau duakan.
Apakah cinta itu kesalahan? Aku tak bisa menghempaskannya dari hatiku saat dia datang tiba-tiba. Sekeras apapun kunafikan perasaan itu-sekeras itu pula aku merasakan kehadirannya. Duh Gusti pemberi cinta, mengapa aku kau beri kuasa untuk mencintai?
Maaf, kita tidak bisa bertemu malam ini. Aku harus buru-buru pulang.........X
Aku tak membaca seluruh sms balasanmu. Sudah berulang kali dan dengan alasan yang sama, kau membatalkan janji yang kau buat sendiri. Aku sudah memakluminya, hingga tak lagi merasa tersinggung dan kecewa karena penolakanmu.
Aku tak akan mengenyahkan dengan paksa rasa ini, mencintaimu adalah karunia terindah yang Tuhan berikan padaku saat ini. Biarlah aku merasai indahnya dan juga sakitnya pada saat yang sama.
Saatnya dia akan pergi, aku akan lega melepasnya. Hanya satu hal yang perlu kau tahu, cintaku padamu tak bersyarat!
..............
Sekali saja ku ingin memeluknya dan cium bibirnya
Hanya untuk biarkan dia dan kenangannya berlalu
(by She)

at 11:33 PM 3 comments

Thursday, November 22, 2007

Jalan

Dulu aku tidak mencintainya, semua berawal dari keterpaksaan. Keputusasaan tepatnya! Dan aku sudah meninggalkannya tiga kali agar dia membenciku. Tapi dia selalu menerimaku dengan hati yang sama. Lalu alasan apa lagi yang harus kuucapkan bila meninggalkannya? Tiga kali aku pergi dan kembali lagi, cukup sebagai tanda kalau aku membutuhkannya.


Hatinya memang sederhana, tapi dialah rumah terindah yang mampu menaungiku dengan kedamaian, meski baru belakangan ini aku menyadari hal itu. Rasanya tak salah kalau kuputuskan untuk tetap bersamanya. Usia sudah melambatkanku, gerakku sudah tidak segesit dulu. Tatapan mataku tidak setajam dan sedalam dulu. Semua sudah berubah, ya, semua sudah berubah.



Setelah sekian tahun, apakah kedatanganmu untuk mengacaukan hidupku? Aku tidak menampik adanya keinginan untuk kembali bersamamu. Merasai cinta sebenar, cinta yang selama bertahun-tahun kita pendam dan hanya menjelma dalam mimpi. Menuntaskan hasrat yang selama ini kuhadirkan pada sosok dirinya. Bayangan eksotis itu terus merajam pikirku sejak dua hari lalu, saat kuterima balasan suratmu dan kau mengatakan akan datang.


Aku mematut diri cukup lama, semua menjadi serba salah dan membingungkan. Aku seperti anak belasan tahun yang sedang menyambut kencan pertama. Penuh sensasi yang mendebarkan! Tak berani kubayangkan bagaimana reaksimu nanti saat bertemu.


Pelayan sedang mengisi cangkir tehmu untuk kedua kali saat aku duduk didepanmu, sengaja aku datang agak lambat. Aku ingin merasakan getaran rindu yang membuncah saat menunggu detik-detik pertemuan ini. Kau berdiri menyambutku dan menjabat tanganku hangat. Genggaman tanganmu mampu memiaskan kedua pipiku.


Waktu juga telah merubahmu, warna rambutmu sudah kelabu, sosok tegasmu terbungkus senyum sopan yang menentramkan. Ah, tiba-tiba aku begitu merasa bersalah! Dulu, aku seringkali membuatmu harus menahan amarah karena tingkah kekanakanku.


Lalu kau menanyakan padaku-menegaskan tepatnya- apakah aku bahagia dengan hidupku? Apakah aku menderita seperti yang terlukis dalam surat terakhirku? Ah, perhatianmu selalu berlebih. Meski kau tahu, aku tak lagi sendiri. Dalam hati, kusalahkan diriku yang lancang menulis surat seperti itu.


Aku memang pernah mencintaimu, sangat. Berharap kaulah pasangan jiwa yang menyempurnakan hidupku. Tapi cinta tak bisa kita kekang dan kita atur semau kita. Dulu perasaan itu begitu menguasai, kini perasaan itu perlahan pergi dari hatiku. Dan aku harus tegaskan padamu bahwa apa yang terjadi pada masa lalu adalah milik masa lalu. Dan aku tidak ingin hidup untuk masa lalu.


Aku tak akan bertanya pada takdir yang tidak menyatukan kita. Tak usah lagi kusesali kepergianku darinya sebanyak tiga kali karena mencari kebenaran cinta. Pencarian itu telah mengajarkanku banyak hal dan cinta darimu memang bukan yang terbaik!


Kini kita punya jalan berbeda, beberapa tahun lalu kita dipisahkan karena cinta. Sekarang kita bertemu untuk mempertanyakan cinta itu. Dan aku sudah memutuskan; sejak hari ini kita tetap berada di jalan yang berbeda itupun karena cinta.

at 1:35 AM 3 comments

Monday, November 12, 2007

I love u but....

Angin musim gugur membenamkan diriku dalam dingin, meski sudah kupakai sweater dan jaket wol berlapis namun geliat angin masih mampu menembus pori-pori kulitku. Kupercepat langkah, bahkan setengah berlari, untuk memerangi hawa dingin yang menyergap. Tapi usahaku sia-sia, setelah 200 meter, aku terengah-engah kehabisan napas.
Semangatku untuk melanjutkan langkah menggebu lagi, saat kulihat jendela kamarku di lantai tiga setengah terbuka. Angin bahkan mempermainkan tirainya seperti tangan gadis yang sedang menari. Pendar lampu yang menyala kutangkap dengan jelas dari tempatku berdiri, 100 meter dari apartemen, tepat di bawah pohon berdaun merah. Andai kau melongok sebentar ke bawah dan melihatku disini, pasti kau akan berteriak seperti ini," Tetaplah disitu, aku akan ambil gambarmu dari sini. Guguran daun berwarna merah yang terbang disekitarmu pasti akan membuat indah hasil fotoku." Kalau sudah begitu, pasti aku akan mematuhimu, aku akan bergaya seperti maumu, tersenyum-merengut atau tertawa lepas, semua kulakukan agar kau puas memotretku.
" Beruntung aku punya pacar senarsis kamu." katamu suatu waktu," Aku nggak perlu repot cari model buat fotoku."
Tapi jendela itu senyap tanpamu, mungkin kau lebih memilih meringkuk di ranjang sempitku sambil membaca atau kau sedang menikmati tidur sore yang nikmat di tengah udara dingin seperti ini.
Aku kembali berlari, dengan tergesa menapaki tangga menuju lantai tiga. Aku sudah tak sabar menemuimu. Setelah dua bulan tak bertemu, rinduku meluap tak terbendung. Kubuka pintu dengan tergesa, ternyata masih terkunci! Tak seperti biasanya, bila kau singgah di tempatku, kau tak pernah mengunci pintu bila aku belum datang. Atau kebiasaan itu sudah berubah? Kuketuk perlahan dan kupanggil namamu, kutunggu hingga 5 menit dan tak ada satupun jawaban.
Mungkin kau tertidur pulas, pikirku. Akhirnya kubuka pintu dengan perlahan agar tidak menimbulkan keributan yang akan membuatmu terbangun. Saat aku mengunci pintu kembali dan mengarahkan pandangan ke seluruh sudut kamar, barulah kusadari kesunyianlah yang menyambutku dengan manis. Bukan dirimu!
Aku segera sadar, kalau kau sudah meninggalkanku sejak dua bulan lalu. Mungkin tadi kau kesini untuk mengambil barangmu yang tertinggal dan kau sempat menyalakan lampu tapi lupa mematikannya. Kau juga membuka jendela tanpa menutupnya. Ya, itu kemungkinan yang terlintas di otakku. Kuperiksa box warna merah di atas lemariku, sisa barangmu tak ada lagi disitu. Tak kau tinggalkan satupun untukku.
Aku segera menutup jendela dan merapatkan tirainya, saat kutengok sisi kanan dinding kamarku, foto kita yang dipajang disitu juga sudah hilang! Apakah kau tidak ingin satupun jejakmu pantas untuk kumiliki dan kukenang?
Aku tak bisa menjawab pertanyaanku sendiri, kulepas sepatuku dan kulemparkan begitu saja. Kumatikan lampu disisi ranjang agar seluruh ruangan gelap sempurna, lalu kutarik selimut dan bersembunyi di baliknya. Malam ini aku berjanji akan memupus semua hal tentangmu.
" Aku mencintaimu, tapi aku harus membencimu!" teriakku.

at 9:47 PM 3 comments

  • didats