Monday, May 25, 2009

PUTUS

Aku memilih menepi, menghentikan langkah yang tergesa dan mulai limbung. Apa yang tertangkap ekor mataku barusan, bukan hal baru yang ingin kuingkari. Tapi selama ini aku masih menghibur diri dan menegaskan kalau perselingkuhanmu hanya kabar angin yang dibisikkan untuk menggoyahkan keyakinanku.

Tapi yang sekilas lalu kulihat adalah kenyataan! Aku bukan tipe pencemburu yang akan meradang karena melihat kau berdua dengannya. Tapi bahasa tubuh kalian mengisyaratkan kebahagiaan yang hanya bisa dirasakan insan terpanah asmara. Pelukannya dibahumu serasa mendekap harta tak ternilai yang dengan penuh cinta harus dilindungi. Sedangkan tangannya yang lain, kukuh memegang payung untuk melindungimu dari derasnya hujan. Gerakan kepalamu sedikit menyusup kedadanya seakan disana kau mendengarkan irama rasa yang indah berirama dari degupnya. Dan tawa kecil kalian ditengah rinai hujan, seperti lukisan pelangi di tengah sore yang muram.

Aku putuskan berhenti, meneduh di kedai kopi sudut jalan, sebuah tempat yang lenggang untuk leluasa melihat kalian. Darahku bergolak saat kulihat dia mengecup lembut kedua pipi dan keningmu sebelum akhirnya kau memasuki sebuah taksi biru dan meluncur menjauh darinya.

Aku yang seharusnya disana saat iitu, bukan dia! Aku yang berhak atasmu seperti apa yang kita ikrarkan dua tahun lalu. Aku yang seharusnya ada untukmu, seperti yang kita akui di depan semua orang kalau kita saling memiliki.

Aku limbung, tapi masih berusaha mencerna dengan akal sehatku. Secangkir es kopi susu yang kupesan seperti sebuah ironi di tengah dinginnya sore itu. Aku tak meminumnya, hanya mengamati embun cekung yang membasahi seisi gelas dan mencoba menghitungnya. Tepatnya menghitung keindahan dan kesedihan yang sudah kita lalui bersama selama dua tahun ini. Dan kesimpulanku;aku telah mencoba semampuku untuk memberikan hal-hal terindah untukmu!

Seharusnya dia tak hadir diantara kita, dengan tiba-tiba pusaran pesonanya menjeratmu dan semakin menjauhkan kita. Dia yang adalah masa lalumu, ternyata tak pernah hilang dari hatimu. Segalanya masih begitu indah dan layak kau ulang.

Lalu apa artiku bagimu? Bila aku kau putuskan setelah dia kembali hadir, aku masih bisa menerimanya. Tapi mengacuhkan dan menafikan kehadiranku adalah hal yang terlalu menyakitkan. Aku begitu nyata tapi tak ada dan bukan apa-apa bagimu.

Aku takkan memberati langkahmu, aku hanya ingin kau jujur...seperti mula pertama kita berikrar. Bila kini aku benar tak berarti, aku hanya ingin kau mempertegas semuanya, agar jelas bagiku dimana aku harus menempatkan diri.

Aku hanya ingin mendengar satu kata darimu; PUTUS. Agar aku terbebas dari cinta yang tak lagi kau inginkan.

at 9:12 PM 1 comments

  • didats